Kita sering dengar pertanyaan, "kenapa sih Tuhan kasih COVID-19 ini?", dan kita sering resah untuk mendapatkan jawabannya. Kita harus berhati-hati dengan menuntut jawaban terhadap semua pertanyaan-pertanyaan kita. Kadang, kita nggak harus mengetahui segala sesuatu.
Memang, Tuhan tempatkan banyak beautiful things di dunia ini untuk kita ketahui dan pelajari. Dia kasih kita Taman Eden. Tapi juga ada hal-hal yang kita tidak perlu ketahui, seperti rasa buah pada pohon pengetahuan yang baik dan jahat itu.
Inilah perbedaan antara bijaksana dan inteligensi. Kalau kita pintar secara inteligensi, kita tau banyak hal-hal. Tapi kalau kita bijaksana, kita akan dapat menerima kenyataan bahwa ada juga hal-hal yang kita nggak harus ketahui, karena hal-hal tersebut di luar hak kita untuk kita ketahui, dan kita nggak akan pernah bisa mengerti secara penuh anyway (seperti contohnya kebesaran Tuhan).
Bahkan sebagai orang Kristen pun, kita sering menuntut harus tau ini itu. Ada orang-orang yang ke gereja hanya untuk cari kemakmuran, ada pula orang-orang yang ke gereja hanya utk cari kepandaian, apa bedanya?? Tidak ada!
Bersyukurlah kita, kalau kita tidak bisa mengupas dan mengerti Tuhan kita secara 100%, karena itu artinya bijaksana Tuhan kita jauh lebih besar daripada kita.
Seperti jawaban Tuhan kepada penderitaan Ayub, terkadang kita tidak perlu tanya alasan di balik sesuatu, tetapi yang penting adalah apa tujuan di balik semua ini dan apa yang kita bisa lakukan lewat peristiwa ini. Itu pertanyaan yang jauh lebih penting. Dalam kasus Ayub, jawaban Tuhan adalah: Lihatlah binatang-binatang Behemoth dan Leviathan (mythological creatures), mereka sangat liar dan tidak bisa dijinakkan. Sama seperti bagaimana kita tidak bisa menjinakkan Tuhan.
Daripada bertanya "kenapa Tuhan timpakan ini kepada aku?", mungkin kita bisa belajar bertanya, "apa yang Tuhan mau kerjakan melalui ini?". Instead of melihat ke masa lalu (bertanya kenapa), lihatlah ke masa depan (untuk tujuan apa).
Ketika murid-murid Yesus bertanya kepada Yesus di Yoh 9:1-41, "Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?", "Bukan", jawab Yesus, "tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia."
Memeluk kenyataan bahwa kita tidak bisa dan tidak harus tau segala-galanya juga menandakan adanya trust (kepercayaan) kepada Tuhan. Ini sangat beautiful. Seperti di dalam relasi cinta, jika kita mencintai seseorang, dan kita tau bahwa orang itu juga mencintai kita, akan terdapat trust diantara saudara dan pasangan saudara. Saudara bisa trust, bukan karena saudara telah mengetahui segala-galanya tentang pasangan saudara, tetapi justru karena saudara belum mengetahui semuanya. Dan ini sangat beautiful, karena love is trusting in the absence of knowledge.
2 Mei 2020
Catatan renungan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah.
No comments:
Post a Comment