We all know at least the idea of being a good citizen, a good Christian, doing what is good, doing no slanders as what Paul mentioned in Titus 3:1-2. In fact, it is common sense, we all know that everyone wants everyone else to do good, to be peaceable and considerate, and always to be gentle toward everyone. Then why am I writing this blog post representing Christianity? Why not writing this post for some other religions that teach about good deeds as well?
The answer lies here: the motive and purpose behind doing what is good.
When I was little, I always thought that heaven is like a great scale where each person's name will be called, our good doings are measure on one side and our so-called sins on the other. If my goods doings are heavier than my sins, then I go on to live forever in heaven, this place people believe to be a paradise, where there is no more sorrow, no more tears. But, if my sins are heavier, I will also live forever in the room of torture, where you wish you could die but can never will.
Naturally, this is what we think of why we ought to do good. Our doings decide our rewards and punishments. In fact, this is what we experience is life: you study hard, you would get a rewarding grade, you work on your interview, you would most likely get the job. But in order to weigh ourselves, we must consider the definition of sin itself. Sinning means to miss the holy target. Holiness is pure, blameless, no compromises, disgusted by anything that is associated with the unclean. This would mean, no thinking about what to do next after worship, no perverted thoughts, none of these. And truly, none of us is free from sins. In fact, the ten commandments are not written so that each of us could fulfill them, God knows well that "all have sinned and fall short of the glory of God (Romans 3:23)". The commandments were made so that we are aware of how incapable we are to achieve perfection and how much we need a greater power outside of us to shield us from the condemnation on the day of God's wrath
Sunday, May 1, 2016
LGBT: Sebuah Gerakan Penularan
26 Januari 2016
Sarlito Wirawan Sarwono
Guru Besar Fakultas Psikologi
Mungkin ada yang heran bertanya, kenapa saya begitu keras terhadap perilaku Lesbianism, gay, bisexual and transexualism (LGBT).
Saya seakan penuh murka dan tak memberikan sedikitpun ruang toleransi bagi pengidapnya.
Mungkin saya perlu klarifikasi bahwa saya tidak sedang bicara tentang pelaku, orang dan oknum.
Terhadap oknum, orang dan pelaku LGBT, kita harus tetap mengutamakan kasih-sayang, berempati, merangkul dan meluruskan mereka. Dan saya juga tidak sedang bicara tentang sebuah perilaku personal dan partikular. Saya juga tak sedang bicara tentang sebuah gaya hidup menyimpang yang menjangkiti sekelompok orang.
Karena saya sedang bicara tentang sebuah GERAKAN!
Ya, saya sedang bicara tentang sebuah GERAKAN : ORGANIZED CRIME yang secara sistematis dan massif sedang menularkan sebuah penyakit! Sekali lagi, bagi saya ini bukan semata perilaku partikular, sebuah kerumun, bahkan bukan lagi semata-mata sebuah gaya hidup, tapi sebuah harakah: Movement! Terlalu paranoidkah kesimpulan ini?
Saya telah mengumpulkan begitu banyak kesaksian di kampus-kampus tentang mahasiswa-mahasiswa normal kita yang dipenetrasi secara masif agar terlibat dalam LGBT dan tak bisa keluar lagi darinya. Perilaku mereka sangat persis seperti sebuah sekte, kultus atau gerakan-gerakan eksklusif lainnya : fanatik, eksklusif, penetratif dan indoktrinatif.
Ya, ini telah berkembang menjadi sebuah sekte seksual.
Kenapa mereka perlu menjadi sebuah gerakan ?
Karena target mereka tak main-main: mendorong pranata hukum agar eksistensi mereka sah secara legal. Dan untuk itu mereka membutuhkan beberapa prasyarat :
Sarlito Wirawan Sarwono
Guru Besar Fakultas Psikologi
Mungkin ada yang heran bertanya, kenapa saya begitu keras terhadap perilaku Lesbianism, gay, bisexual and transexualism (LGBT).
Saya seakan penuh murka dan tak memberikan sedikitpun ruang toleransi bagi pengidapnya.
Mungkin saya perlu klarifikasi bahwa saya tidak sedang bicara tentang pelaku, orang dan oknum.
Terhadap oknum, orang dan pelaku LGBT, kita harus tetap mengutamakan kasih-sayang, berempati, merangkul dan meluruskan mereka. Dan saya juga tidak sedang bicara tentang sebuah perilaku personal dan partikular. Saya juga tak sedang bicara tentang sebuah gaya hidup menyimpang yang menjangkiti sekelompok orang.
Karena saya sedang bicara tentang sebuah GERAKAN!
Ya, saya sedang bicara tentang sebuah GERAKAN : ORGANIZED CRIME yang secara sistematis dan massif sedang menularkan sebuah penyakit! Sekali lagi, bagi saya ini bukan semata perilaku partikular, sebuah kerumun, bahkan bukan lagi semata-mata sebuah gaya hidup, tapi sebuah harakah: Movement! Terlalu paranoidkah kesimpulan ini?
Saya telah mengumpulkan begitu banyak kesaksian di kampus-kampus tentang mahasiswa-mahasiswa normal kita yang dipenetrasi secara masif agar terlibat dalam LGBT dan tak bisa keluar lagi darinya. Perilaku mereka sangat persis seperti sebuah sekte, kultus atau gerakan-gerakan eksklusif lainnya : fanatik, eksklusif, penetratif dan indoktrinatif.
Ya, ini telah berkembang menjadi sebuah sekte seksual.
Kenapa mereka perlu menjadi sebuah gerakan ?
Karena target mereka tak main-main: mendorong pranata hukum agar eksistensi mereka sah secara legal. Dan untuk itu mereka membutuhkan beberapa prasyarat :
Subscribe to:
Posts (Atom)